Oleh: Ris Sukarma
Protes Kartini atas praktek-praktek yang merendahkan kaum perempuan dituangkannya dalam surat-surat kepada temannya di Negeri Belanda. Kartini melihat disekitarnya kaum laki-laki seenaknya menikahi perempuan sampai berbelas belas bahkan berpuluh puluh. Ada belasan isteri resmi yang dinikahi dengan membayar mahar, tapi juga puluhan selir yang dinikahi tanpa membayar mahar. Dari pendalamannya terhadap Al Qur'an, Kartini menemukan banyak bukti betapa Allah SWT meninggikan derajat kaum perempuan.
Khatib selanjutnya mengatakan bahwa surga itu terletak di telapak kaki ibu. Artinya bahwa sebagai anak kita harus menghormati dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ibu, karena seorang ibu memiliki tiga tugas yang tidak dimiliki bapak. Pertama mengandung selama sembilan bulan, kedua melahirkan dan ketiga menyusui sampai anak berusia dua tahun. Ketiga tugas tersebut amatlah beratnya, bahkan saat melahirkan bisa mengantar ibu ke kematian, terutama dulu saat ilmu kedokteran belum semaju sekarang.
Saat ini sudah banyak kaum perempuan yang bisa menikmati kemajuan dalam kesetaraan derajat dengan kaum pria, dan ini tidak bisa dilepaskan dari peran Kartini dalam memperjuangkan kaumnya. Sekarang, setiap tanggal 21 April masyarakat memperingati hari Kartini, tapi sayang caranya tidak sesuai dengan semangat perjuangan Kartini yang sesungguhnya. Ada yang mengadakan lomba memakai kain kebaya, atau lomba masak nasi goreng bagi kaum pria dengan memakai baju dan asesoris perempuan.
Emansipasi wanita bukanlah seperti gerakan Woman's Lib di barat. Emansipasi kaum wanita juga bukan berarti melakukan tugas-tugas yang memang pantas dilakukan seorang pria seperti memanjat genteng, atau melakukan sesuatu yang tidak semestinya dan kurang pantas, misalnya ikut-ikutan menggunakan celana pendek seperti laki-laki. Emansipasi kaum wanita hendaknya diperjuangkan dengan tetap mempertimbangkan wanita sesuai kodratnya, dengan tetap memelihara ketinggian derajatnya.
Selamat hari Kartini.
.
No comments:
Post a Comment