Thursday, February 21, 2013

Pengolahan air skala rumah tangga (1)



SARINGAN KERAMIK, ALTERNATIF PENGOLAHAN AIR MINUM YANG SEHAT UNTUK RUMAH TANGGA
Oleh: Ris Sukarma 

(Bagian Pertama) 

Pengantar 

Saringan keramik adalah teknologi tepat guna yang mulai dipertimbangkan kembali sebagai salah satu cara pengolahan air minum pada tingkat rumah tangga (point-of-use/POU)). Tulisan ini dibagi dalam empat bagian, yang merupakan rangkaian tulisan bersambung tentang saringan keramik, sejak penemuan pertama di Inggeris, berbagai penelitian serta pengalaman terhadap kemanfaatannya, proses pembuatannya dan potensi pengembangannya di Indonesia.Pada bagian pertama ini disampaikan latar belakang penggunaan saringan keramik dan sejarah penemuannya. 

LATAR BELAKANG 

Air minum diperlukan bagi semua orang, baik untuk menjaga kesehatannya, maupun untuk memelihara kebersihan diri dan lingkungannya. Untuk masyarakat perdesaan dan penduduk marjinal di perkotaan yang belum memiliki sambungan air PAM, air minum yang memenuhi syarat-syarat kesehatan terkadang tidak dapat diperoleh dengan mudah. Air yang didapat dari sumur harus direbus terlebih dahulu. Apalagi air yang didapatkan dari sumber-sumber air permukaan. Air sungai atau air telaga memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat dikonsumsi. Air yang mungkin bisa diminum langsung adalah air yang keluar langsung dari mata air, tapi keberadaan mata air sekarang ini semakin lama semakin langka seiring dengan meningkatnya kerusakan alam lingkungan pendukungnya.

Bagi masyarakat yang sudah memiliki sambungan air PAM, air yang didistribusikan ke rumah-rumah juga tidak semuanya dapat diminum langsung, karena kemungkinan kontaminasi pada perjalanannya melalui pipa-pipa distribusi. Merebus air merupakan kebiasaan yang sudah banyak dilakukan orang yang menyadari pentingnya arti kesehatan. Akan tetapi, dengan meningkatnya harga bahan bakar saat ini, merebus air bukan lagi merupakan pilihan yang murah. 

Pada saat yang bersamaan, penggunaan air kemasan sudah dilakukan secara meluas di kalangan masyarakat. Pada umumnya air kemasan sudah dijamin kualitasnya, akan tetapi karena harganya relatif cukup mahal, tidak semua orang mampu membelinya. Pilihan lain adalah membeli air kemasan isi ulang, yang kualitasnya kadang-kadang diragukan. Pemberian desinfektan terhadap sumber-sumber air minum, misalnya air sumur, tidak umum dilakukan orang, baik karena keterbatasan pengetahuan masyarakat maupun kerepotan yang ditimbulkannya. Disamping itu, pembubuhan bahan desinfektan kimiawi, misalnya klorin, menimbulkan bau yang kurang disukai kebanyakan orang, sedangkan untuk desinfeksi dengan sinar ultar violet diperlukan teknologi yang sedikit lebih rumit. Sodis (solar disinfection) adalah cara membuat air minum sehat yang murah dengan menggunakan panas dan sinar ultraviolet dari sinar matahari. Bila dilakukan dengan benar, sodis dapat menghasilkan air minum yang sehat. 

Cara-cara untuk mendapatkan air minum yang bersih dan sehat ternyata tidak harus dengan merebus, memberi desinfektan, atau membeli air kemasan, apalagi air kemasan isi ulang. Ada cara-cara sederhana yang sudah dilakukan orang sejak jaman dahulu, yaitu dengan  menggunakan saringan keramik. Cara ini jarang digunakan rumah tangga di Indonesia. Namun cara ini sebetulnya mudah dan murah untuk digunakan. Dengan melapisi saringan keramik dengan larutan perak nitrat, filter keramik dapat memisahkan sekaligus membunuh kuman-kuman penyakit dari air sehingga air menjadi sehat dan aman untuk diminum. 

SARINGAN KERAMIK 

Saringan keramik sudah digunakan orang sejak lama. Pada tahun 1815 seorang perajin keramik di Inggeris benama John Doulton bekerjasama dengan Martha Jones, yang mendapat warisan dari suaminya pabrik keramik di Vauxhall Walk, Lambeth di tepi sungai Thames, membuat banyak produk keramik seperti pot dan peralatan rumah tangga. 

Adalah Henry Doulton, sang anak, yang membawa tradisi keramik Lambeth pada titik puncak keberhasilannya. Pada tahun  1827, Henry membuat saringan  keramik yang bisa menghilangkan bakteri dari air. Pada saat itu sungai Thames di Inggeris tercemar berat oleh air limbah buangan rumah tangga, yang menyebabkan wabah kolera dan tiphus. Saringan air buatan Doulton yang pertama menggunakan berbagai macam bahan tanah liat. Pada saat Ratu Victoria naik takhta, Doulton sudah berhasil membuat pabrik keramik yang tidak ada saingannya di daratan Eropa. Pada tahun 1835, Ratu Victoria menyadari bahaya tercemarnya air minum terhadap kesehatan dan memerintahkan Doulton untuk memproduksi saringan air untuk keluarga kerajaan. 

Doulton menciptakan saringan keramik yang dikombinasikan dengan pot keramik buatan tangan yang artistik. Pada tahun 1862, Henry Doulton menambahkan karbon mangan dalam saringannya, pada tahun yang sama dimana Louis Pasteur melakukan percobaan atas pertumbuhan bakteri yang membuktikan bahwa bakteri tidak tumbuh dengan sendirinya. Hasil riset Pasteur membantu Doulton menciptakan keramik yang dapat menyaring dan menghilangkan bakteri dengan efisiensi lebih tinggi dari 99%.  Pada saat ini saringan keramik Doulton dipasarkan di lebih dari 150 negara dengan nama British Berkefeld. Dalam perkembangannya, saringan keramik tidak lagi digunakan secara populer sebagai penyedia air minum skala rumah tangga. Akan tetapi beberapa tahun terakhir ini, di beberapa negara berkembang di Asia, Afrika dan Amerika Latin, saringan keramik mulai dilirik lagi sebagai alternatif penyediaan air skala rumah tangga yang murah dan sehat. 

Adalah Potter for Peace (PfP), sebuah lembaga nirlaba pencinta keramik dari Amerika Serikat, yang mempopulerkan kembali penggunaan saringan keramik sebagai sarana yang efektif untuk mengurangi angka kejadian penyakit akibat air (water-borne diseases), yang masih banyak terdapat di negara-negara berkembang. Sejak 1998, lembaga ini telah mengembangkan teknologi tepat guna saringan keramik dengan menggunakan lapisan koloid perak, yang secara efektif bisa menghilangkan bakteri penyebab penyakit sampai 99,88%. Penggunaan saringan keramik telah dimasukkan dalam buku panduan PBB tentang teknologi tepat guna dan digunakan oleh Palang Merah Internasional dan organisasi Doctors Without Borders, sebuah organisasi kemanusiaan yang mendapatkan hadiah Nobel. Tujuan utama program penggunaan saringan keramik, menurut PfP adalah untuk membantu pemenuhan kebutuhan air minum yang aman bagi masyarakat perdesaan dan kaum marjinal, sekaligus membuka lapangan kerja bagi industri keramik setempat.  

Saringan terdiri dari unit keramik berpori yang ditempatkan pada tabung penampung dari plastik atau tabung keramik dengan volume 20 liter yang dilengkapi keran. Unit saringan dilapisi larutan perak koloid sebagai desinfektan. Saringan memiliki kapasitas penyaringan sekitar 1 sampai 1,75 liter per jam. Saringan keramik telah diuji coba di lebih dari sepuluh negara di empat benua. Teknologi ini terbukti secara efektif menghilangkan bakteri koli, parasit, amuba dan vibrio kolera dari air. Teknologi ini telah dicoba dan dikembangkan di berbagai negara berkembang seperti di Guatemala, Ekuador, Peru, Nikaragua, El Salvador, Honduras, Kuba, Haiti, Meksiko, Pantai Gading, India, Nepal, Vietnam, Kamboja dan secara terbatas, di Indonesia. 

Yayasan Tirta Indonesia Mandiri adalah yayasan nirlaba yang dibentuk pada tahun 2009, yang mencoba membuat dan memperkenalkan saringan keramik di Indonesia. Yayasan ini bukan satu-satunya kelompok yang memproduksi saringan keramik. Ada kelompok lain yang juga memproduksi saringan keramik, yaitu Perkumpulan Pelita Indonesia di Lembang dan Yayasan Anugrah Victoria di Tabanan. Yang terakhir ini sudah tidak lagi berproduksi. 
 
(Bersambung)
 

No comments:

Post a Comment