Oleh: Ris Sukarma
Dalam pernyataannya setelah menyatakan mundur sebagai Ketua
Umum Partai Demokrat, sehari setelah KPK menyatakan status tersangka baginya,
Anas mengatakan bahwa itu adalah “awal dari langkah yang lebih besar.” Anas tampaknya
memposisikan dirinya sebagai objek ketidakadilan, dia bahkan menuduh adanya
konspirasi yang ingin menyingkirkan dirinya. Dia mengatakan bahwa sejak Kongres
di Bandung dua setengah tahun yang lalu, dia merasa sebagai bayi yang tidak
diharapkan oleh Partai Demokrat.
Ini berbeda dengan, misalnya, Andi Mallarangeng. Pada saat
Andi dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK, dalam pernyataannya untuk mundur
sebagai Menpora and sebagai pengurus partai, tidak ada nada perlawanan dalam
pernyataannya. Anas memang berbeda, pengalaman politiknya memang sudah lebih
matang. Pernah menjadi Ketua Umum HMI beberapa tahun, dan dia memiliki basis dan
pendukung pada tataran akar rumput.
Pertanyaan yang muncul dari pernyataan Anas, apa yang dia
maksud dengan “langkah yang lebih besar” itu? Apa yang akan kita baca dari
“halaman-halaman selanjutnya” dalam proses hukum yang menjerat Anas? Apakah
benar akan terjadi “tsunami politik” seperti yang diramalkan pengamat politik
Effendi Ghazali? Semua ini mengundang pertanyaan bagi banyak fihak, dan kita
semua menunggu episode selanjutnya dari “sinetron politik” yang sedang digelar
ini.
Dengan kacamata awam, sebenarnya kasusnya cukup terang. Anas
dinyatakan tersangka terlibat dalam kasus Hambalang, setelah Nazaruddin
“bernyanyi”. Sebagai manusia normal, Anas mencoba mengelak dan membela diri.
Kita tidak tahu apakah Anas memang terlibat atau tidak. Hanya yang bersangkutan
dan Tuhan yang tahu. Dalam suatu negara yang sedang dalam semangat yang tinggi
untuk memerangi korupsi, langkah-langkah KPK perlu mendapat dukungan dari semua
lapisan masyarakat. Siapa saja, apakah itu penjabat negara atau pengurus partai
atau pengusaha yang melakukan tindak pidana korupsi, maka proses peradilan
harus dijalankan.
Kalau memang tidak terlibat, Anas memang pada posisi yang
disudutkan. Pernyataannya bahwa dia siap digantung di Monas apabila terlibat
menunjukkan bahwa dia merasa tidak bersalah. Apabila memang dia terlibat, itu
hak dia untuk mencoba membela diri, dan proses di pengadilan-lah yang akan
membuktikannya. Kalau begitu, kenapa dia begitu percaya diri dengan
pernyataannya yang bernada takabur? Apakah dia memilki kartu-kartu kunci yang
dia simpan rapat-rapat, dan akan dia keluarkan pada saatnya nanti? Inilah
politik, dan politik sekarang menjadi tontonan seperti sinetron, yang disuka sekaligus
dibenci, yang mengasyikkan sekaligus membosankan.
Haru biru politik ini akan terus berlangsung untuk beberapa
minggu kedepan, dilanjutkan dengan haru biru politik lainnya menjelang tahun
2014, tahun penentuan nasib kita kedepan sebagai bangsa. Sayang bahwa hiruk
pikuk politik ini terkadang menyeret kita pada hal-hal sebenarnya bukan menjadi
perhatian pokok kita dan tugas kita sehari-hari. Misalnya seperti yang saya
tulis sekarang ini. Bagi yang sempat membaca tulisan ini, silakan kembali ke
kegiatan masing-masing dan lupakanlah tulisan humble saya ini.
No comments:
Post a Comment